Gelasnya Saja Yang Tidak Cukup…

Terkadang ada letih di sini… kau saja yang tidak pernah tahu.

Terkadang ada bosan menghinggapi… kau saja yang tidak pernah menyadari.

Terkadang ada sakit menyapa… kau saja yang tidak peduli.

Terkadang aku pun hanya ingin pergi…

Lepaskan diri dari jeratanmu, dari penilaianmu, dari persepsimu…

Namun kau terus mencerca… dan menganggap kau lah yang paling benar.

Lalu salahkah diam ini?

Aku sudah terlalu capek untuk mengalah…

Aku sudah terlalu letih dianggap rendah…

Aku sudah tidak ingin terus dan terus terjebak dalam stigma mu.

Toh semua tidak akan ada arti bagimu…

Yang kau ingin hanya semua orang berkata ya terhadapmu…

Dan orang-orang selain itu… bagimu hanyalah manusia kerdil berpikiran sempit.

Padahal bisa saja…. gelasmu yang terlalu kecil

untuk menampung kucuran teko ku…

Dan ketika dia meluber dan tak sanggup kau tampung…. lalu semua itu salahku?

Ya… mungkin ini salahku… yang tidak memberikannya setuang demi setuang

Hingga kau nikmati seteguk demi seteguk… sampai habis

Baru kemudian ku isi kan yang baru…

Ya… ini memang salah ku.

Dan biarlah ku tebus semuanya… dalam diamku!

Zhong Li, 17 April 2011…capek

8 thoughts on “Gelasnya Saja Yang Tidak Cukup…

  1. Kaya’nya ini poem pertamamu ya, Rinc? *aku ga ingat pernah baca puisi di blog ini*

    Hmmm…orang yang disiratkan di sini siapa ya? *aku kok ga bisa meraba2*

    Compromising others memang ga pernah mudah ya…

    • poem pertama di blog, hahaha…
      hm yeah.. susah untuk “compromising others”, karena terkadang… ketika usia semakin bertambah… kita bukannya semakin dewasa apalagi arif dan bijaksana, hehehe… justru semakin merasa kitalah yang paling tahu… dan lebih parahnya kitalah yang paling benar…. dan ketika orang hadir dengan sesuatu yang berbeda, kita tidak mencoba untuk mencernanya dengan baik, tidak mencoba untuk menambah wawasan dan ilmu terlebih dahulu baru kemudian menelaah, namun sudah langsung membuat batas “kita beda”. Dan ketika sudah masuk ke ranah ini, bukan mana yang benar dan mana yang salah lagi yang penting. Tapi mana yg pendapat saya dan mana yang pendapat anda…. naudzubillah…

  2. Indeed, Rinc…indeed. Beberapa saat yang lalu aku baca di dakwatuna tentang “bahaya senioritas” (*coba ntar cari sendiri artikelnya. Barusan aku cek, situs dakwatuna lagi down soalnya =p).

    Honestly, up until now, I’m still struggling to dump those kind of (ugly) feeling you’ve mentioned. It’s not easy ya…

  3. xixixi.. bener banget tuh.. dakwatunanya ngadat padahal baru aj promosikan ke anak2, cari referensi k sana aj. he3.

    hiks… jadi terkesan dgn prof2 ku di sini… klo diskusi tujuannya untuk cr ilmu… so no matter siapa yg lebih jago dan siapa yg lebih ini or itu. auranya juga enak… benar2 progresif. Bukannya cuma buat hebat2an doank… or hanya mempertahankan keyakinan… yg blm tentu itu benar krn hanya dikaji dgn pemahaman yg terbatas (sebatas yg diketahui si subjek). haiyah.. jd nambah panjang aj πŸ˜›

    setidaknya jd pelajaran bg kita Bunga, untuk bisa menempatkan diri dan melihat situasi. xixixi… kan segala sesuatu ada seninya, he3

    • hohohoho… hem… sebenarnya dah puitis dr dulu, tp g pernah di publish aj πŸ˜›
      Btw apa kabar Indonesia Rit? Its been quite a long time did not heard any news from u ^^

  4. Mba Yuher..
    Saya teringat sebuah kalimat..

    “ini seperti kepedihan dalam diam..” hehehehe…

    Nyambung ga ya ? Puisinya protes tp ga nyalahin diri sendiri, walau tertulis seperti itu.. seperti kemarahan yg tak tersampaikan.. πŸ˜€

Leave a reply to jaufa Cancel reply